Prosedur Perizinan Apotek

Prosedur Perizinan Apotek, Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek. Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktik kefarmasian oleh Apoteker. Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian, yang dimaksud dengan apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh apoteker.


Prosedur Perizinan Apotek

Untuk mendapatkan izin apotek, APA atau apoteker pengelola apotek yang bekerjasama dengan pemilik sarana harus siap dengan tempat, perlengkapan, termasuk sediaan farmasi dan perbekalan lainnya. Surat izin apotek (SIA) adalah surat yang diberikan Menteri Kesehatan RI kepada apoteker atau apoteker bekerjasama dengan pemilik sarana untuk membuka apotek di suatu tempat tertentu.

Wewenang pemberian SIA dilimpahkan oleh Menteri Kesehatan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota wajib melaporkan pelaksanaan pemberian izin, pembekuan izin, pencairan izin, dan pencabutan izin apotek sekali setahun kepada Menteri Kesehatan dan tembusan disampaikan kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi.

Sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.1332/MenKes/SK/X/2002 Pasal 7 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek

Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek

  1. Permohonan Izin Apotek diajukan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan menggunakan contoh Formulir Model APT-1;
  2. Dengan menggunakan Formulir Model APT-2 Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota selambat-lambatnya 6 (enam) hari kerja setelah menerima permohonan dapat meminta bantuan teknis kepada Kepala Balai POM untuk melakukan pemeriksaan setempat terhadap kesiapan apotek untuk melakukan kegiatan;
  3. Tim Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau Kepala Balai POM selambat-lambatnya 6 (enam) hari kerja setelah permintaan bantuan teknis dari Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota melaporkan hasil pemeriksaan setempat dengan menggunakan contoh Formulir Model APT-3;
  4. Dalam hal pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan (3) tidak dilaksanakan, Apoteker Pemohon dapat membuat surat pernyataan siap melakukan kegiatan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dengan tembusan kepada Kepala Dinas Propinsi dengan menggunakan contoh Formulir Model APT-4;
  5. Dalam jangka waktu 12 (dua belas) hari kerja setelah diterima laporan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud ayat (3), atau pernyataan dimaksud ayat (4) Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat mengeluarkan Surat Izin Apotek dengan menggunakan contoh Formulir Model APT- 5;
  6. Dalam hal hasil pemeriksaan Tim Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau Kepala Balai POM dimaksud ayat (3) masih belum memenuhi syarat Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dalam waktu 12(dua belas) hari kerja mengeluarkan Surat Penundaan dengan menggunakan contoh Formulir Model APT-6;
  7. Terhadap Surat Penundaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (6), Apoteker diberi kesempatan untuk melengkapi persyaratan yang belum dipenuhi selambat-lambatnya dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal Surat Penundaan.
  8. Apabila Apoteker menggunakan sarana pihak lain, maka penggunaan sarana dimaksud wajib didasarkan atas perjanjian kerjasama antara Apoteker dan pemilik sarana.
  9. Pemilik sarana yang dimaksud ayat (8) harus memenuhi persyaratan tidak pernah terlibat dalam pelanggaran peraturan perundang-undangan dibidang obat sebagaimana dinyatakan dalam Surat Pernyataan yang bersangkutan.
  10. Terhadap permohonan izin apotek yang ternyata tidak memenuhi persyaratan APA dan atau persyaratan apotek, atau lokasi apotek tidak sesuai dengan permohonan maka Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dalam jangaka waktu selambat-lambatnya 12 (dua belas) hari kerja wajib mengeluarkan Surat Penolakan disertai dengan alasan-alasannya, dengan mempergunakan contoh formulir model APT-7.


Berikut flowchart tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek Sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan RI No.1332/MenKes/SK/X/2002


Teknis Pelaksanaan Membuka Apotek

Dalam upaya membuka apotek yang baru berdiri, sering kali tertunda yang disebabkan oleh hal-hal kecil baik yang terdapat dalam proses pemeriksaan kelengkapan sarana pendukung operasional apotek ataupun kelengkapan berkas-berkas lampiran dalam mengajukan permohonan SIA. Untuk menghindari kekurangan-kekurangan tersebut, maka sebaiknya APA melakukan 3 hal yaitu:
1.    Menginventarisasi semua kebutuhan perlengkapan sarana apotek, lalu membeli sesuai dengan kebutuhan persyaratan pada saat mengurus SIA. Dalam melakukan inventarisasi dan menyiapkan perlengkapan sarana apotek antara lain meliputi:
  • Menata ruangan peracikan dan penyerahan obat, ruang administrasi dan ruang kerja APA, toilet
  • Memenuhi seluruh perlengkapan yang menjadi persyaratan
  • Memberi tanda ( √ ) untuk sarana yang sudah siap (oke)

2.   Menginventarisasi dan mengurus semua berkas-berkas lampiran yang dibutuhkan dalam mengajukan permohonan SIA.
Menginventaris berkas lampiran permohonan SIA sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1332/Menkes/SK/X/2002 berkas lampiran yang   dibutuhkan dalam permohonan SIA terdiri dari:
  • Fotokopi SIK/SP
  • Fotokopi KTP
  •  Foto kopi denah bangunan apotek (dibuat sendiri)
  • Surat keterangan (sertifikat) status bangunan
  • Daftar rincian perlengkapan apotek
  • Daftar tenaga asisten apoteker, mencantumkan nama/alamat, tanggal lulus, No. SIK
  • Surat pernyataan APA tentang: tidak bekerja di perusahaan farmasi lain atau APA di apotek lain
  • Surat izin dari atasan langsung (untuk pegawai negeri dan TNI/POLRI)
  • Fotokopi akte perjanjian dengan PSA (bila kerjasama dengan PSA)
  • Surat pernyataan PSA tentang: tidak pernah melanggar peraturan perundang-undangan di bidang obat (bila kerjasama dengan PSA)

Berkas Lampiran Permohonan Surat Ijin Apotek

Pengurusan berkas lampiran permohonan SIA yang dibutuhkan terdiri dari Surat penempatan apoteker dari Kadinkes Propinsi., Akte sewa/kontrak rumah, NPWP (nomor pokok wajib pajak) apotek, Surat keterangan domisili apotek dari kelurahan, Surat izin UU Gangguan (UUG), Peta lokasi apotek (dibuat sendiri)

a.    Surat penempatan apoteker dari Kadinkes Propinsi

Untuk apoteker yang belum memiliki SIK dari Departemen Kesehatan, maka yang bersangkutan harus mengurusnya ke Kadinkes Propinsi, melampirkan fotokopi ijazah, sumpah apoteker, KTP dan yang lainnya sesuai dengan persyaratan yang telah ditetapkan. Untuk apoteker yang telah memiliki SIK surat penempatan ini tidak diperlukan lagi.

b.    Akte sewa/kontrak rumah

Untuk apoteker yang menggunakan bangunan pihak lain, maka surat perjanjian kontrak rumah harus dibuat di notaris, Apoteker yang menggunakan bangunan sendiri, maka akte sewa/kontrak ini tidak diperlukan (cukup dengan fotokopi sertifikat kepemilikan rumah)

c.    NPWP (nomor pokok wajib pajak) apotek

Apoteker menyiapkan lampiran (surat keterangan domisili usaha, fotokopi KTP APA dan berkas lainnya yang dibutuhkan), kemudian APA membawa berkas lampiran tersebut ke Kepala Kantor Pelayanan Pajak untuk memperoleh NPWP. Kepala kantor pelayanan pajak akan menerbitkan NPWP tersebut, setelah dianggap memenuhi berkas persyaratan.

d.    Surat keterangan domisili apotek dari kelurahan

Apoteker menyiapkan surat persetujuan dari tetangga (minimal dari 4 tetangga), kemudian meminta kesediannya untuk menandatangani surat tersebut. Surat keterangan tersebut dibawa ke RT/RW untuk diketahui dan memperoleh surat pengantar untuk mengurus surat keterangan domisili perusahaan disertai dengan lampiran:

  • Surat persetujuan dari tetangga
  • Sertifikat tanah/rumah
  • Fotokopi IMB
  • Fotokopi PBB
  • Fotokopi KTP APA

e.    Surat izin UU Gangguan (UUG)

Langkah-langkah pembuatan surat izin UUG
1. Apoteker menyiapkan dan membawa berkas lampiran untuk mengurus izin UUG ke Kepala Dinas Trantib Propinsi atau Kabupaten/Kota
2.  Berkas yang disiapkan:
  • Surat keterangan domisili perusahaan
  • Surat keterangan persetujuan tetangga
  • Fotokopi IMB
  • Fotokopi sertifikat tanah/rumah
  • Fotokopi PBB
  • Fotokopi NPWP
  • Fotokopi KTP APA
3.  Mengisi formulir permohonan UUG yang telah disediakan oleh Kadin Trantib Propinsi atau Kabupaten/Kota
4. Kepala Dinas Trantib Propinsi atau Kabupaten/Kota akan menerbitkan surat UUG tersebut, setelah dianggap memenuhi berkas persyaratannya (dalam waktu 2 minggu).

f. Peta lokasi apotek (dibuat sendiri)

g. Denah bangunan apotek
h. Surat pernyataan kesanggupan  menjadi APA
i. Surat pernyataan APA tentang tidak bekerja diperusahaan lain atau sebagai APA di apotek lain
j. Surat pernyataan kesanggupan bekerja menjadi AA
k. Akte perjanjian dengan PSA (bila kerjasama dengan PSA)
l. Surat pernyataan PSA tentang tidak pernah melanggar peraturan perundang undangan dibidang obat.

3.    Membuat dan mengajukan permohonan SIA
  • Membuat surat permohonan memperoleh SIA yang ditandatangani oleh APA di atas materai (Rp 6000,-)
  • Melengkapi surat tersebut dengan berkas-berkas lampiran sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan oleh Keputusan menteri kesehatan Republik Indonesia No.1332/Menkes/SK/X/2002 atau adanya tambahan lampiran yang diminta oleh Kepala Dinas Kesehatan (Kadinkes) Kabupaten/Kota
  • Menyerahkan langsung permohonan SIA kepada Kadinkes Kabupaten/Kota dan meminta tanda terimanya
  • Apoteker pemohon, hendaknya aktif memantau perjalanan dokumen permohonan SIA tahap demi tahap
  • Apoteker pemohon, hendaknya kooperatif dan memenuhi persyaratan mengenai berkas lampiran yang dibutuhkan oleh petugas

Pengalihan Tanggung Jawab Pengelolaan Apotek

Pengalihan tanggung jawab Apoteker Pengelola Apotek (APA) dapat terjadi apabila APA tidak bertindak sebagai Apoteker pada Apotek tersebut atau Apoteker meninggal dunia. Aturan-aturan tentang pengalihan tanggung jawab tersebut dapat dilihat pada Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1332/MENKES/SK/X/2002 pasal 24 adalah sebagai berikut:
  1. Apabila Apoteker Pengelola Apotek meninggal dunia, dalam jangka waktu dua kali dua puluh empat jam, ahli waris Apoteker Pengelola Apotek wajib melaporkan kejadian tersebut secara tertulis kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota;
  2. Apabila pada Apotek tersebut tidak terdapat Apoteker pendamping, pada pelaporan dimaksud ayat (1) wajib disertai penyerahan resep, narkotika, psikotropika, obat keras dan kunci tempat penyimpanan narkotika dan psikotropika;
  3. Pada penyerahan dimaksud ayat (1) dan (2), dibuat Berita Acara Serah Terima sebagaimana dimaksud Pasal 23 ayat (2) dengan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dengan menggunakan contoh formulir Model APT. 11, dengan tembusan Kepala Balai POM setempat.


Pencabutan Izin Apotek

Setiap apotek harus berjalan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.1332/Menkes/SK/X/2002 pasal 25, Kepala Dinas Kesehatan dapat mencabut surat izin apotek apabila:
  1. Apoteker yang sudah tidak memenuhi ketentuan atau persyaratan sebagai apoteker pengelola apotek.
  2. Apoteker tidak memenuhi kewajiban dalam menyediakan, menyimpan dan menyerahkan perbekalan farmasi yang bermutu baik dan terjamin keabsahannya serta tidak memenuhi kewajiban dalam memusnahkan perbekalan farmasi yang tidak dapat digunakan lagi atau dilarang digunakan dan mengganti obat generik yang ditulis dalam resep dengan obat paten.
  3. Apoteker pengelola apotek berhalangan melakukan tugasnya lebih dari 2 tahun secara terus-menerus.
  4. Terjadi pelanggaran terhadap ketentuan Peraturan Perundang-undangan mengenai narkotika, obat keras, psikotropika serta ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
  5. Surat izin kerja apoteker pengelola apotek dicabut.
  6. Pemilik sarana apotek terbukti terlibat dalam pelanggaran perundang-undangan dibidang obat.
  7.  Apotek tidak lagi memenuhi persyaratan sebagai apotek.


Sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.1332/Menkes/SK/X/2002 pasal 26 bahwa:
1.    Pelaksanaan Pencabutan Izin Apotek sebagaimana dimaksud, dalam Pasal 25 huruf (g) dilakukan setelah dikeluarkan:
  • Peringatan tertulis kepada apoteker pengelola apotek sebanyak 3 kali berturut-turut dengan tenggang waktu masing-masing 2 bulan.
  • Pembekuan izin apotek untuk jangka waktu selama-lamanya 6 bulan sejak dikeluarkannya penetapan pembekuan kegiatan di apotek.

2.  Pembekuan Izin Apotek sebagaimana dimaksud daiam ayat (1) huru'f (b), dapat dicairkan kembali apabiia Apotek telah membuktikan memenuhi seluruh persyaratan sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan ini dengan menggunakan contoh Formulir Model APT-14.
3.  Pencairan Izin Apotek dimaksud dalam ayat (2) dilakukan sotelah menerima laporan pemeriksaan dari Tim Pemeriksaan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat.

Keputusan pencabutan surat izin apotek dilakukan oleh Kepala Dinas Kesehatan kab/Kota disampaikan langsung kepada apoteker pengelola apotek dengan tembusan kepada Menteri dan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi setempat serta Kepala Balai Pemeriksaan Obat dan Makanan setempat.

Apabila surat izin apotek dicabut, apoteker pengelola apotek atau apoteker pengganti wajib mengamankan perbekalan farmasinya. Pengamanan tersebut dilakukan dengan tata cara sebgai berikut:
1.    Dilakukan inventarisasi terhadap seluruh persediaan narkotika, obat keras tertentu dan obat lainnya dan seluruh resep yang tersisa di apotek.
2.    Narkotika, psikotropika dan resep harus dimasukkan dalam tempat yang tertutup dan terkunci. Apoteker pengelola apotek wajib melaporkan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau petugas yang diberi wewenang tentang penghentian kegiatan disertai laporan inventaris.


DAFTAR PUSTAKA
  • Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1332/Menkes/Sk/X/2002 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan Rl Nomor. 922/Menkes/Per/X/1993 Tentang Ketentuan Dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek
  • Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 922/Menkes/Per/X/1993 Tentang Ketentuan Dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek
  • Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek, Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.